KEDUDUKAN SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA

Veny Nurfitriyanti, 131000165 (2018) KEDUDUKAN SAKSI MAHKOTA SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM SISTEM PERADILAN PIDANA INDONESIA DIHUBUNGKAN DENGAN UNDANG-UNDANG NO. 8 TAHUN 1981 TENTANG HUKUM ACARA PIDANA. Skripsi(S1) thesis, Fakultas Hukum Unpas.

[img]
Preview
Text
H. DAFTAR ISI.pdf

Download (87kB) | Preview
[img]
Preview
Text
I. BAB I.pdf

Download (362kB) | Preview
[img] Text
L. BAB IV.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (188kB)
[img]
Preview
Text
K. BAB III.pdf

Download (367kB) | Preview
[img] Text
M. BAB V.pdf
Restricted to Repository staff only

Download (160kB)
[img]
Preview
Text
J. BAB II.pdf

Download (307kB) | Preview
[img] Text
A. COVER.pdf

Download (0B)
[img]
Preview
Text
N. DAFTAR PUSTAKA SKRIPSI.pdf

Download (92kB) | Preview

Abstract

Hukum Acara Pidana berhubungan erat dengan adanya hukum pidana, maka dari itu merupakan suatu rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana badan-badan pemerintah yang berkuasa, yaitu Kepolisian, Kejaksaan dan Pengadilan harus bertindak guna mencapai tujuan Negara dengan mengadakan Hukum Pidana. Pembuktian dalam perkara pidana membuktikan adanya tindakan pidana dan kesalahan terdakwa. Alat bukti segala sesuatu yang ada hubungannya dengan suatu perbuatan, alat-alat bukti tersebut dapat dipergunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan terdakwa. Saksi Mahkota adalah saksi yang merangkap tersangka sebagai terdakwa yang bersama-sama melakukan tindak pidana dan berkas pemeriksaan terhadap para terdakwa terpisah atau disebut pemisahan berkas perkara (splitsing). Identifikasi masalah dalam skripsi ini adalah Bagaimana kedudukan keterangan saksi mahkota dalam sistem peradilan pidana Indonesia? Bagaimana kedudukan keterangan saksi mahkota dalam praktik peradilan pidana Indonesia? dan Upaya apa yang harus dilakukan aparat penegak hukum agar penggunaan saksi mahkota tidak melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)? Penulisan skripsi ini bersifat deskriptif analisis dengan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif yaitu pendekatan atau penelitian hukum yang menggunakan sumber-sumber data primer, sekunder dan tersier seperti peraturan perundang-undangan, sejarah hukum, perbandingan hukum, teoriteori hukum dan pendapat-pendapat sarjana hukum yang berhubungan. Selanjutnya dianalisis dengan metode yuridis kualitatif dalam arti bahwa data yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dengan tidak menggunakan rumus atau data statistik melainkan hanya berupa uraian-uraian yang berisi mengenai adanya kepastian hukum. Kedudukan hukum saksi mahkota dalam sistem peradilan pidana, penggunaan saksi mahkota dalam praktik pradilan pidana Indonesia terkecuali apabila berkaitan dengan ketentuan Pasal 168 KUHAP, keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti dalam perkara pidana Saksi mahkota merupakan istilah untuk tersangka/terdakwa yang dijadikan saksi untuk tersangka/terdakwa lain yang bersama-sama melakukan suatu tindak pidana. Penggunaan saksi mahkota ”dibenarkan’ didasarkan pada prinsip-prinsip tertentu yaitu, dalam perkara delik penyertaan ; terdapat kekurangan alat bukti; dan Diperiksa dengan mekanisme pemisahan (splitsing); Dengan memberikan upaya secara khusus kepada saksi mahkota dalam proses pemeriksaan dan penghargaan atas kesaksian yang diberikan. Dilakukan pemisahan tempat penahanan atau tempat menjalani pidana antara saksi dengan terdakwa dan/atau narapidana yang diungkap tindak pidananya. Kata kunci : Kedudukan saksi mahkota, Pembuktian, Alat bukti

Item Type: Thesis (Skripsi(S1))
Subjects: S1-Skripsi
Divisions: Fakultas Hukum > Ilmu Hukum 2018
Depositing User: Lilis Atikah
Date Deposited: 01 Mar 2018 06:26
Last Modified: 01 Mar 2018 06:26
URI: http://repository.unpas.ac.id/id/eprint/33711

Actions (login required)

View Item View Item